3 Feb 2014

Qiqa

Kartika Nadya Haqiqa
Pengajar Agama

25 November 2013
 “aws. Ada 14 siswa smp ciaruteun 5 km dari pasar ciampea naik motor km, jalan berbatu. Banyak anak putus sekolah karena akses sulit. Butuh relawan guru yang tahan banting.”
Berawal dari jarkoman seperti diatas yang saya dapat dari sebuah grup jejaring social, bergabunglah saya kedalam tim pengajar SMP Ciaruten. Saya pun meneruskan jarkoman sederhana yang memiriskan hati itu ke grup kelas saya, dan hasilnya nambah satu volunteer, yaitu teman saya Puka. Kelak bersama dia, kami setiap hari Jumat mengajar kesana.
Mengajar merupakan bukan pengalaman pertama saya. Sudah satu setengah tahun saya menjadi guru ekstrakulikuler di SDIT dan hal ini yang membuat saya berani untuk bergabung menjadi pengajar anak-anak putus sekolah.
27 November 2013, malam minggu
Hari ini merupakan pertemuan perdana tim pengajar SMP Ciaruten. Malam minggu sehabis isya kami berkumpul di depan Alfamidi Bara. Kala itu ada 9 orang yang hadir, 2 laki-laki dan sisanya perempuan. Saya pribadi benar-benar baru pertama kali berjumpa dengan  mereka, notabennya  mereka senior dan banyak juga yang sudah S2. Agak roaming awalnya ketika dipertemuan perdana itu, karena bahasa yang sering digunakan ketika bergurau adalah bahasa Jawa T.T yak, kebanyakan mereka adalah mahasiswa perantau dari Jawa Timur. Saya agak malu dengan mereka, malu karena melihat gigihnya mereka membantu daerah Ciaruteun Ciampea, dimana daerah tersebut tidak jauh dengan rumah saya. Justru saya baru tahu persoalan ini dari mereka dan diajak mengajar disana. Namun saya bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang hebat seperti mereka, yang memiliki jiwa social yang tinggi. Dan hasil dari  pertemuan itu adalah saya kebagian menjadi guru Agama! Bismillah.. ><

Hari pertama mengajar..
Berangkat jam 7 menempuh perjalanan penuh berbatu, becek, dan rusak parah. Hingga akhirnya sampai di lokasi.
Dihadapkan dengan anak-anak SMP Ciaruteun, di pagi itu, kesan pertama saya adalah, heboh! ><
Awalnya saya mengira bahwa mereka adalah anak-anak yang pemalu dan biasanya diawal-awal masih suka diam. Tapi terbalik dari yang saya bayangkan, mereka sangat aktif dan bersemangat. Suasana kelas begitu hidup! Walaupun kami belajar di teras rumah orang, tetapi mereka begitu antusias dan sesekali suka nyeletuk-nyeletuk. Hari pertama saya mengajar diisi dengan lebih banyak pengenalan dengan mereka dan menekankan pentingnya belajar agama.
Anak-anak Ciaruteun.. mereka memiliki hak yang sama seperti kita untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Kondisi mereka hingga sampai putus sekolah merupakan teguran buat kita bersama, khususnya para pelajar yang beruntung. Apakah hati nurani kita masih peka dan mau membagi ilmunya?

0 comments :

Posting Komentar